Survei Supardi Tertinggi, Ahli Hukum: LHP BPK Jangan Dipolitisasi untuk kepentingan Pilkada

Payakumbuh, Presindo.com — Calon Wali Kota Payakumbuh 2024, Supardi menjadi target black campange oleh sejumlah pihak. Supardi memang memiliki popularitas dan elektabilitas tertinggi di Kota Payakumbuh berdasarkan Survei terakhir yang dilakukan lembaga survei nasional melalui salah satu paslon Gubernur. Hal ini menjadi ketakutan bagi paslon lain, dengan melakukan berbagai cara untuk menumbangkan mantan Ketua DPRD Sumbar tersebut.

Hal yang sudah lazim, LHP BPK yang bisa diakses publik jadi bahan kampanye negatif di masa Pilkada. Seolah-olah hasil audit BPK tersebut sebagai sebuah kejahatan. Salah satu yang viral saat ini adalah hasil LHP BPK terkait sewa kendaraan di Kantor Penghubung Pemprov Sumbar.

Laporan BPK yang bocor ke publik tersebut dipolitisir dan mengarahkan isu kampanye negatif ke Mantan Ketua DPRD Sumbar, Supardi yang saat ini mencalonkan diri sebagai Calon Walikota Payakumbuh.

Bahkan, isu ini menjadi gorengan politik yang berujung demo sebuah LSM yang menamakan diri BASMI. LSM yang beralamat di Padang ini berencana untuk menggelar aksi di KPU Kota Payakumbuh.

Terkait dengan LHP BPK di Kantor Penghubung ini, akademisi hukum dari Unand, Hengki Andora menyebut isu tersebut sengaja dipelintir seakan mantan Ketua DPRD terlibat kasus korupsi.

“Persoalan LHP BPK ini perlu diluruskan ke publik, sepengetahuan saya memang ada temuan BPK di Kantor Penghubung, salah satunya sewa kendaraan dinas sebanyak 7 mobil yang diperuntukkan untuk Gubernur, Wagub, Sekda dan Ketua DPRD dan 3 Wakil Ketua DPRD,” kata Hengki Andora.

Ahli Hukum Administrasi Negara ini menjelaskan LHP BPK adalah pelanggaran administrasi bukan pelanggaran pidana, dan Kantor Penghubung sudah mengembalikan uang sebesar Rp 1 Miliar lebih ke kas negara.

“Secara administasi tidak ada persoalan, dan yang bertanggung jawab adalah tentu saja gubernur sebagai pengguna anggaran APBD serta Kepala Kantor Penghubung. Tidak ada kaitan dengan Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD karena mereka hanya sebagai pengguna mobil dinas yang disewakan tersebut, rekomendasi BPK untuk ditindaklanjuti adalah ke Kantor Penghubung bukan kepada Ketua DPRD” kata Hengki yang juga Wakil Dekan Fakultas Hukum Unand ini.

Sementara itu, pengamat politik dari Unand, Andri Rusta, melihat fenomena politisasi hasil LHP BPK ini adalah gorengan politik untuk mempengaruhi popularitas dan elektabilitas calon.

“Dari wacana yang berkembang yang diserang adalah gubernur dan mantan Ketua DPRD, dua orang ini mencalonkan diri sebagai gubernur dan walikota Payakumbuh, ada indikasi ke arah sana. Padahal pejabat yang difasilitasi ini tidak memiliki kewenangan teknis untuk pengadaan tersebut, persoalan teknis ya di OPD,” kata Andri Rusta.

Andri Rusta berharap LHP BPK ini jangan dipolitisir untuk kepentingan tertentu di masa pilkada ini, dan masyarakat harus kritis menerima informasi yang beredar.

“Jika dituduhkan kepada Supardi maupun Mahyeldi sebagai aktor intelektual, ini salah besar, sekali lagi Ketua DPRD dan Gubernur hanya sebagai pengguna mobil itu, masyarakat jangan menerima informasi mentah mentah karena persoalan hukum tentu ada proses yang dilalui, dan anehnya dalam kasus ini kenapa hanya Supardi dan Mahyeldi yang diblow up? Padahal pengguna mobil ada pimpinan daerah dan pimpinan DPRD lain ,” jelas Andri Rusta.

Untuk diketahui, BPK setiap tahun memang melakukan audit terhadap keuangan daerah. Hasil dari LHP BPK ini adalah memberikan rekomendasi kepada Kepala Daerah terkait dengan penggunaan keuangan tersebut. Jika memang ditemukan pelanggaran maka sanksinya adalah mengembalikan uang ke kas negara, bukan langsung masuk ke ranah hukum.(SA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *