(Dirgahayu TNI Yang ke-79 PRIMA)
Oleh : Dr. Anton Permana
(Pemerhati Geopolitik dan Pertahanan, Direktur TDM Institute)
Presindo.com — Meriahnya HUT TNI yang ke-79 tahun ini setidaknya sudah mulai kita rasakan, khususnya oleh warga Jakarta sejak pertengahan September yang lalu. Berbagai rangkaian acara dan pesta rakyat telah mulai dilaksanakan dengan megah di lapangan Monas Jakarta.
TNI seakan ingin memberikan kenangan terakhir yang indah bagi Presiden Joko Widodo sekaligus dengan gagah menyambut Presiden baru terpilih Jendral TNI Purn. Prabowo Subiyanto yang notabonenya juga adalah seorang Jendral prajurit TNI. Panglima TNI saat ini, Jendral TNI Agus Subianto seakan paham selera “Big Boss” yang baru.
Sehingga persiapan dan pagelaran HUT TNI tahun ini boleh dikatakan sangat spektakuler. Seakan ingin menjawab visi politik pemerintahan baru nanti yang kalau kita lihat dari gestur politik Prabowo menjelang pelantikan ini, begitu superior aktif melakukan diplomasi luar negeri dan pertahanan.
Prabowo seakan memberikan sinyal dan “Code of Conduct” kepada dunia bahwa Indonesia ke depan siap menjadi “Global Player” minimal menjadi penguasa kawasan regional Asia Tenggara.
Nah, hal ini tentu mesti didukung dan diselaraskan dengan postur militer negara kita yang kuat. Pesan ini yang kemungkinan menurut pengamatan saya dijawab oleh Panglima TNI melalui pagelaran HUT TNI yang megah spektakuler.
*******
Menurut catatan publik, setidaknya ada empat masa perayaan HUT TNI menurut saya yang cukup megah meriah di era sebelumnya. Pertama di era Presiden Soekarno tahun 1962, saat Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara terkuat militernya di Asia, setelah Jepang. Bayangkan, saat itu Indonesia satu-satunya negara di Asia yang sudah memiliki pesawat bomber jarak jauh buatan Uni Soviet Ilushin II dan Tupelov sebagai pesawat tempurnya.
Selanjutnya pada tahun 1995, di era Presiden Soeharto. Dimana bertepatan dengan 50 tahun Indonesia merdeka. Saat itu ABRI (nama TNI ketika itu) juga memamerkan berbagai macam alutsista yang tergolong canggih di era itu. Seperti pesawat tempur F16 Block 15. Pesawat tempur A4 Sky Hawk, dan Hawk MK 100/200 yang di saat itu tergolong baru dan canggih.
Ketiga, pada saat Presiden SBY di Surabaya. Dimana saat itulah, momen pertama HUT TNI dilaksanakan full tiga matra melakukan defile darat, laut, dan udara. Saat itu merupakan sebuah momentum penting bagi performance militer Indonesia bangkit pasca embargo militer oleh Amerika Serikat.
Keempat, HUT TNI saat dipimpin Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantiyo (era Presiden Jokowi) yang dilaksanakan di Pelabuhan Indah Kiat Cilegon Banten. Ketika itu, HUT TNI juga merayakan full defile tiga matra. Dan yang menarik ketika itu adalah adanya peragaan berbagai macam atraksi, defile pasukan dan alutsista bergantian tiga matra, plus demonstrasi penembakan peluru tajam berupa tembakan roket, rudal, dan meriam ke arah Samudera Indonesia. Mulai dari rudal Astros II, roket MLRS RM-Grad, Vampire, tembakan MBT Leopard dan Meriam Caesar membahana memecah angkasa dan samudera.
Baru setelah dunia dilanda pandemi Covid-19, di era Panglima TNI Jendral Agus Subianto di masa akhir jabatan Presiden Joko Widodo, TNI kembali melaksanakan HUT yang begitu meriah dan menggetarkan.
Sebagai negara yang berdaulat dengan posisi strategis serta mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah, pagelaran HUT TNI ini sangat penting dan strategis. Karena akan bisa memberikan “Deterrent Effect” dan pengaruh (power of influence) terhadap dunia internasional. Sesuai dengan istilah umum militer di dunia yaitu “Si Vis Pacem Parabellum” merupakan peribahasa latin yang artinya “Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“.
Setidaknya ada tiga hal mendasar yang perlu kembali kita bahas bersama pada kesempatan ini. Mengingat dalam hitungan hari ke depan, akan ada pergantian transisi pemerintahan baru di Indonesia.
I. Doktrin
Dalam dunia militer, doktrin adalah prinsip-prinsip dasar serta ruh dan jati diri dari prajurit dan institusi militernya. Ketika doktrin pertahanan militer dilaksanakan dengan baik dan benar, maka militer di suatu negara manapun akan kuat sesuai dengan karakteristik dan jati diri bangsa negaranya.
Secara tipologi militer, TNI termasuk ke dalam tipologi puncak yaitu ; tentara revolusioner profesional (Dr. Mulyadi, 2012). Karena secara sejarah, TNI lahir dari rahim rakyat, dimana komponen rakyatlah yang bersatu secara revolusioner merebut kemerdekaan dengan senjata dan melahirkan negara bernama Indonesia. Artinya, dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara yang merdeka melalui kekuatan senjata.
Dengan karakteristik dan sejarah ini, maka TNI mempunyai jargon TNI manunggal bersama rakyat. Karena TNI lahir dari rakyat untuk rakyat. Dengan doktrin utama pertahanannya adalah sesuai dengan maksud pasal 30 (ayat) 1 UUD 1945 yaitu ; Sistem Pertahanan Negara Indonesia adalah Sishankamrata (Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta).
Doktrin ini diperkuat oleh Sumpah Prajurit, Sapta Marga dan 8 Wajib TNI secara personal yang harus menjadi jati diri seorang prajurit TNI dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Doktrin dan Sishankamrata ini juga sudah teruji berulang kali, ampuh atas izin Allah SWT melawan Agresi Belanda I dan II, serta menumpas beberapa kali pemberontakan yang terjadi dari dalam negeri. Khususnya pemberontakan PKI 1965.
Doktrin ini yang seharusnya tetap dan selalu dijaga oleh TNI dalam menghadapi berbagai perspektif ancaman kedepan. Karena, setiap sistem pertahanan mesti dibuat berdasarkan perspektif ancaman. Mulai dari ancaman yang tampak, yang tidak tampak, sampai dengan ancaman yang ada dan yang akan ada. Dalam teori megatrends, perspektif ancaman saat ini bersifat tak terduga, berubah-ubah dan hybrida (gabungan/campuran).
Pasca reformasi, sejak lahirnya UU nomor 34 Tahun 2004 tentang tugas pokok TNI, dapat dikatakan bahwa TNI adalah satu-satunya institusi dan organisasi pemerintahan yang berhasil melakukan reformasi dengan baik. Hal ini juga diperkuat dengan hasil survey tingkat kepercayaan publik setiap tahunnya yang menyatakan bahwa selalu TNI yang menjadi nomor satu sebagai institusi pemerintahan yang paling dipercaya.
Namun, dalam perspektif doktrin dan tupoksi TNI hal itu tentu tidaklah cukup untuk berbesar hati. Karena alat ukur keberhasilan dan capaian tugas TNI itu bukanlah administratif dan birokratif, melainkan peran TNI sebagai penanggung jawab utama penjaga kedaulatan negara melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia.
Artinya, TNI jangan diproyeksikan hanya untuk berperang secara fisik dengan kekuatan militer negara asing saja karena trend perang saat ini tidak lagi perang fisik (symmetric warfare) semata. Tetapi juga ada perang non fisik (asymmetric warfare) berupa perang ideologi, politik, ekonomi, budaya, bahkan menggunakan proxy war (pion dan boneka). Seperti yang tercantum dalam buku putih pertahanan kita, yaitu adanya berbagai bentuk ancaman seperti ancaman cyber, ancaman perubahan iklim, ancaman infiltrasi dan legislasi.
Justru ancaman yang tidak tampak inilah yang mempunyai daya rusak dan daya hancur yang besar dari dalam. Melalui proxy politik, adu domba, propaganda dan penguasaan sumber daya negara oleh kekuatan asing melalui proxy dan regulasi. Bagaimana perlindungan terhadap rakyat, perlindungan terhadap sumber daya alam dan bahkan dapat melakukan upaya cegah dini tangkal dini ketika ada upaya infiltrasi dan propaganda yang membahayakan keutuhan NKRI. Baik dari dalam maupun luar negeri.
Untuk itulah, sejatinya TNI tetap harus ada dalam pusaran kekuasaan dalam menjalankan politik negara. Jangan sampai terjebak propaganda asing agar TNI dijadikan sebagai lembaga “inferior” dan lumpuh dalam mengantisipasi setiap ATHG (Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan). Karena apapun yang terjadi, kedaulatan negara ini adalah tanggung jawab penuh semua prajurit TNI. Konkritnya, TNI harus selalu hadir ketika negara dalam kondisi genting. Cuma permasalahannya adalah bagaimana TNI bisa bertindak kalau kewenangannya terbatas? Bagaimana TNI melakukan tindakan cegah dini, tangkal dini, penggalangan dan mobilisasi kalau anggarannya terbatas dan kewenangannya pun juga tumpang tindih ?
Adapun isue-isue fundamental internal TNI yang masih sering kita dengar adalah tentang masih adanya kecurigaan-kecurigaan suatu kelompok masyarakat yang takut akan keterlibatan TNI dalam panggung politik dan HAM. Dimana seharusnya, kalau mereka paham anatomi dan doktrin TNI, hal tersebut tak perlu diragukan lagi. Karena TNI sejatinya adalah anak kandung rakyat itu sendiri. Jangan sampai, kecurigaan berlebihan ini justru menjadi “penjara” bagi TNI memerankan Tupoksi TNI dalam menjaga kedaulatan negara ini. Karena politik TNI itu adalah politik negara yang berdiri di atas semua golongan. Panglima tertinggi TNI itu adalah konstitusi dan rakyat.
Begitu juga tentang kesejahteraan prajurit, perumahan prajurit serta merit system karier prajurit TNI yang sejatinya harus bebas dari kepentingan-kepentingan pragmatis. TNI harus bertumbuh profesional dan mandiri.
II. Gelar Kekuatan.
Dalam HUT TNI yang ke-79 ini, dengan motto PRIMA (Profesional, Respondif, Innovatif, Moderen, Adaptif), TNI memamerkan berbagai macam Alutsista canggih di tiga matra sekaligus. Sekaligus juga ketangkasan prajurit TNI dalam mengatasi setiap bentuk ancaman fisik maupun Cyber.
Dalam parade alutsista militer ini, TNI seakan memberikan jawaban kepada rakyat bahwa TNI siap menjaga kedaulatan negara seandainya ada upaya dari luar dan dalam yang coba-coba mengganggu keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Alutsista adalah salah satu penopang utama dalam sistem pertahanan suatu negara. Dengan luas wilayah darat dan laut hampir 5 juta Kilometer persegi dengan hampir 17 ribu pulau. TNI tentu harus mempunyai “otot militer” yang kuat dan profesional. Baik secara sumber daya manusia maupun persenjataannya.
Secara ranking kekuatan militer, menurut majalah Military Global Firepower tahun 2023, TNI saat ini berada dalam posisi nomor 13 dunia. Dimana TNI berada di atas Israel dan Australia. Padahal untuk kondisi saat ini, secara Minimum Essential Force (MEF) tahap III, TNI kita masih memenuhi 60 persennya. Bayangkan kalau MEF tahap III ini terpenuhi hingga 100 persen!
Untuk itu juga dalam menjawab tantangan ke depan yang dinamis dan tidak terduga itu, TNI melakukan berbagai upaya meningkatkan kemampuan dirinya. Termasuk melakukan validasi orgas terhadap struktur tiap satuan TNI. Baik itu satuan kewilayahan rencana memperluas Kodam (Komando Daerah Militer) sesuai jumlah provinsi, memperluas sebaran marinir dan kohanudnas menjadi tiga wilayah, hingga rencana membentuk matra baru yaitu matra siber. Serta satuan terpusat dan satuan khusus yang terus berbenah diri. Hal ini juga diperkuat dengan aktif dan banyaknya keterlibatan TNI dalam penugasan luar negeri di bawah bendera PBB. Seperti pengiriman pasukan perdamaian ke Kongo dan Lebanon. Serta juga begitu banyak juga latihan-latihan militer bersama dengan negara asing. Baik regional maupun multilateral. Seperti Rimpac, US Indopacom, Garuda Shield dan bersama negara ASEAN.
Bentuk geografis, topografis dan kultural Indonesia yang hetoregen menjadikan TNI harus bisa selalu responsif dan adaptif. Jadi tidak serta merta pada alutsista semata.
Dan mengenai Alutsista, hal yang paling krusial adalah tentang kemandirian teknologi dan kemampuan pengelolaan segala potensi pertahanan secara mandiri. TNI harus terus melakukan innovasi agar kedepan tidak tergantung lagi dengan pasokan alutsista import. Kemandirian teknologi khususnya Alutsista harus menjadi PR utama TNI bersama pemerintahan baru kedepan. Bagaimana strategi pemberdayaan BUMNIS strategis dalam negeri dan produksi dalam negeri sendiri dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI.
III. Postur Anggaran.
Saat ini, posisi anggaran pertahanan Indonesia masih berada di bawah 1 persen PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Sedangkan secara teori, anggaran pertahanan ideal dari suatu negara adalah di atas 2 persen PDB. Seperti Singapore, Amerika, China, Rusia, Korea Selatan dan India.
Berarti TNI harus berupaya keras agar anggaran pertahanannya dapat meningkat setiap tahun. Disinilah peran pemerintah sebagai gankuat ( Penganggaran Kekuatan) memberikan support dan political will dalam anggaran terhadap Binkuat (Pembinaan Kekuatan) oleh masing-masing matra. Agar TNI tampil PRIMA sesuai kewenangan Gunkuat (Pengguna Kekuatan) yaitu Panglima TNI.
Ada sebuah pemikira yang lagi hangat di bicarakan para pemerhati TNI saat ini. Yaitu ; Seandainya konsesi tambang bisa diberikan kepada ormas oleh pemerintah. Kenapa konsesi ini tidak diberikan juga kepada TNI untuk membiayai anggaran pertahanan ?
Padahal, kalau kita bicara dalil dan argumentasi hukum. Justru TNI yang seharusnya menjadi prioritas dan mempunyai dasar hukum kuat untuk mendapatkan konsesi tersebut.
Dasar argumentasi hukumnya adalah sesuai pemaparan di atas sebelumnya. Bahwa di dalam UUD 1945 pasal 30 (ayat) 1 berbunyi ; Sistem Pertahanan Negara Kita adalah Sishankamrata.
Makna dari Sishankamrata ini berdasarkan terjemahan buku putih pertahanan adalah ; Bagaimana negara memanfaatkan seluruh sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan nasional. Sedangkan sumber daya nasional yang dimaksud itu adalah terdiri dari : Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, dan Sumber Daya Buatan.
Turunan dari konstitusi ini diperjelas dalam UU nomor 3 Tahun 2002 dan UU nomor 23 Tahun 2023 tentang PSDN (Pemanfaatan Sumber Daya Nasional). Bahwa, ada dasar hukum untuk pemerintah membuat regulasi melalui Peraturan Pemerintah, agar TNI mendapatkan konsesi (misal: 15 persen) saja dalam setiap konsesi tambang dst. Dimana konsesi ini bisa dijadikan TNI sebagai kolateral terhadap negara Produsen alutsista. Seperti yang dilakukan India, Rusia dan Iran.
Kalau konsesi ini bisa dikeluarkan oleh Pemerintahan ke depan, saya yakin modernisasi Alutsista negara kita akan mengalami lompatan besar dan dahsyat. Karena tidak perlu lagi bergantung pada mata anggaran yang sarat kepentingan politik Senayan dan membebani APBN.
Ide konsesi tambang buat TNI sebagai basis kolateral belanja alutsista, menurut saya harus berani mulai dibahas terbuka dan disuarakan. Karena output dan impact nya adalah untuk kepentingan nasional juga. Bagaimana mengejar ketertinggalan kita dalam memodernisasi Alutsista.
Banyak hal lagi sebenarnya yang mesti kita evaluasi bersama terhadap TNI kita yang luar biasa. Tapi yang jelas, TNI kita hari ini adalah TNI profesional dan revolusioner. Untuk itu perlu dukungan, masukan, dan saran dari kita semua.
Dirgahayu TNI yang ke-79 PRIMA. Bravo TNI. Bersama Rakyat, TNI Kuat. InsyaAllah.
Jakarta, 05 Oktober 2024