Riza Falepi Tanggapi Polemik Kota Randang atau Batiah

Payakumbuh, Presindo.com — Mantan Wali Kota Payakumbuh, Riza Falepi menanggapi terkait polemik branding atau slogan Kota Payakumbuh yang disinggung anggota DPRD dalam hearing Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Payakumbuh 2025-2045.

Dalam hearing tersebut, anggota DPRD Kota Payakumbuh Ahmad Ridha menyinggung soal ikon Payakumbuh sebagai Kota Rendang.

Menurut politisi Partai Nasdem itu, pemakaian ikon Payakumbuh Kota Rendang adalah bodong tanpa regulasi yang jelas.

“Apa dasar hukum pemakaian Payakumbuh Kota Rendang ini. Saat rapat bersama unsur pemerintah kota, kami sudah tanyakan tapi pihak pemko tidak bisa menjelaskan. Kami menilai Payakumbuh Kota Rendang adalah bodong, tidak jelas,” ujar Ahmad Ridha.

Riza Falepi mengatakan apa yang disampaikan anggota DPRD itu asal bicara.

“Orang nggak ngerti ya asal bicara begitu saja. Saya ndak pernah menghapus Payakumbuh sebagai kota Batiah, bahkan ini jawaban kedua yang ambo sampaikan hari ini,” ujar Riza, Minggu (23/6).

Riza menjelaskan dulu di trotoar Payakumbuh tertulis Kota Batiah lalu ada yang mempersoalkannya.

“Waktu itu saya sampaikan kami ndak pernah menghapus Payakumbuh sebagai Kota Batiah, dan juga belum pernah membuat perda Kota Rendang,” jelasnya.

Lanjutnya, kalaupun ada Perda Kota Rendang tentu DPRD yang mempersoalkan ini artinya DPRD juga ikut tanda tangan.

“Kita mengklaim Payakumbuh sebagai Kota Rendang karena waktu itu kita sedang giat giatnya menjadikan Payakumbuh sebagai sentra Rendang dengan berbagai cara agar kuliner kita bisa go nasional bahkan internasional,” paparnya.

“Kita tahu menghapus istilah Kota Batiah bukan bijaksana dan itu memiliki tradisi dan budaya yang panjang dulunya di Payakumbuh. Hanya Batiah waktu itu faktor leveragenya secara ekonomi kurang dibandingkan Rendang, itu saja,” kata wali kota dua periode itu.

Riza mengatakan jika ingin membuat visi misi silahkan saja, namun bukan kata kata yang manis-manis saja, tapi lebih dari sekedar itu.

“Ya anggap sajalah kawan di dewan lagi belajar membangun. Yang utama Realisasi yang ditunggu rakyat, bukan kata kata manis yang tidak bermakna yang katanya visi misi. Mengukur kemajuan visi misi saja tiap tahun masih belum mampu tuh yang bicara, apalagi mempersoalkan yang konteksnya dia nggak tahu,” jelasnya.

Riza menyayangkan apa salahnya ditanyakan dulu kepada pelaku waktu itu, apalagi saat ini yang ditanya posisinya di birokrasi tidak terkait dengan sejarah yang ditanyakan.

“Ya kadang kasihan kalau cara kerja anggota dewan yang mempertanyakan pada bukan pelakunya sementara pelakunya masih hidup, bahkan salah satu pelakunya ketua dia di partainya selain kami. Jan nampak bana, nanti banyak yang senyum-senyum di lapau,” pungkasnya.(Syf)

Editor: Syafri Ario

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar

  1. Ya begitulah, ternyata kita2 memang suka berdebat masalah khilafiyah yang tidak berpengaruh apapun terhadap perkembangan masyarakat. Hal-hal yang tidak urgen dipersoalkan, sementara yang urgen tidak diurus serius.